Search

Selasa, 17 November 2009

Tafsir Kritis TBC di Tengah Globalisasi



Jurnal Nasional, Selasa 17 Nov 2009

Benni Setiawan
Kader Muda Muhammadiyah, Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Sejak berdiri 97 tahun (18 November 1912-18 November 2009) silam, Muhammadiyah telah bersama membangun bangsa Indonesia. Muhammadiyah melalui tokoh-tokohnya seperti Ki Bagus Hadikusumo telah meletakkan dasar negara. Memasuki usianya yang hampir seabad dan usia bangsa Indonesia 64 tahun, persyarikatan dengan amal usaha terbesar di dunia dan Nusantara kini mempunyai persoalan yang cukup pelik. Diantaranya masalah krisis global, global warming, illegal logging dan illegal fishing, pengangguran, kemiskinan, korupsi, dan seterusnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa Muhammadiyah harus terlibat dan mencari solusi dalam persoalan-persoalan tersebut?
Persoalan tersebut tentunya membutuhkan penyelesaian yang bijak dan tepat sasaran. Jika tidak, Muhammadiyah sengaja membiarkan kesengsaraan ada di tengah masyarakat.
Lebih dari itu, apa yang telah diperjuangkan oleh KH Ahmad Dahlan dalam melakukan gerakan puritan telah sirna. Artinya, jika dahulu Kiai Dahlan berusaha mengentaskan kemiskinan dan membuat masyarakat pandai dengan mendirikan rumah sakit, panti asuhan dan sekolah-sekolah bagi rakyat kecil, tinggal kenangan. Pergeseran perjuangan untuk membela wong cilik telah dilupakan pemimpin sekarang.
Muhammadiyah mempunyai peran dan posisi strategis dalam persoalan kebangsaan tersebut. Hal ini karena, Muhammadiyah merupakan gerakan amar ma'ruf nahi munkar dan belum terjebak dalam kegiatan politik praktis. Dengan demikian, tugas menyelamatkan umat dari kesengsaraan adalah tugas semua kalangan, termasuk di dalamnya Muhammadiyah.
Ajaran KH Ahmad Dahlan, yang selama ini masih dipakai oleh warga Muhammadiyah adalah penafsiran Surat al-Maun. Surat ini mengajarkan kepada manusia agar tidak mendustakan agama. Mendustakan agama dalam ayat ini ditandai dengan tidak memberi makan orang miskin dan menghargai anak yatim. Dalam pengertian sederhana, memberi makan orang miskin adalah juga memberikan pekerjaan kepadanya. Artinya, orang yatim dan miskin berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana juga yang telah dituangkan dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 28.
Di antara 230 juta penduduk Indonesia ada warga Muhammadiyah. Ia hidup menderita di bawah payung Muhammadiyah. Perjuangan KH. Ahmad Dahlan guna mengentaskan kemiskinan dengan jalan pendidikan, kesehatan, dan sosial yang telah lama dirintis apakah harus berhenti pada abad ini?
Hal yang ingin diutarakan dalam tulisan ini adalah bagaimana kader Muhammadiyah menyikapi perubahan zaman dan tantangannya yang semakin kompleks. Muhammadiyah ke depan tidak lagi menghadapi persoalan klasik Takhayul, Bid'ah dan Khurofat (TBC). Akan tetapi, bagaimana TBC dimaknai sebagai hal baru dalam perkembangan dinamika masyarakat.
Sistem yang Membelenggu
Mengapa TBC harus diperangi? Sebagaimana amanat yang telah dirumuskan dalam matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah (MKCH) kelompok kedua yang berbunyi "Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyirikan, bid'ah dan khurofat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam".
TBC pada zaman sekarang tentu berbeda dengan zaman KH Ahmad Dahlan. TBC dapat berbentuk sistem yang membelenggu kebebasan semua golongan dalam bergerak dan menyuarakan aspirasinya. Persoalan kebangsaan yang semakin komplek ini dapat dipandang sebagai TBC yang harus diperangi disebabkan kebebasan manusia terpasung dan masyarakat menderita karenanya.
Keberpihakan dan bahkan kewajiban setiap kader Muhammadiyah saat ini adalah memerangi TBC dalam artian luas. Sekali lagi, TBC bukan lagi persoalan teologi yang selalu dipermasalahan karena mengandung dosa dalam pandangan syariat Islam secara umum, melainkan TBC adalah penyakit sosial-kemasyarakat yang menganggu ketenteraman dan keberlangsungan hajat hidup orang banyak.
Lebih dari itu, dalam Kepribadian Muhammadiyah, kader dituntut untuk amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah.
Dua pernyataan yang tertuang di dalam Kepribadian Muhammadiyah tersebut mempunyai signifikansi dalam menjawab persoalan Muhammadiyah dan umat ke depan. Artinya, ketika dahulu Muhammadiyah bekerjasama dengan NU untuk memberantas korupsi, alangkah baiknya, jika Muhammadiyah juga kembali bersuara dalam masalah krisis global, illegal logging, illegal fishing, global warming, pengangguran, kemiskinan, dan seterusnya.
Sudah saatnya Muhammadiyah bangun dari tidur panjangnya dan kembali memperteguh gerakan kerakyatan yang telah dipelopori dan diwarikan oleh KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah yang selama ini disibukkan dengan wacana pemikiran yang ndakik-ndakik dan kurang menyentuh realitas sosial sudah saatnya kembali pada pemikiran yang mudah diterima oleh warganya.
Ambil contoh, Muhammadiyah hingga kini belum mempunyai alat produksi cangih seperti, kapal penangkap ikan, TV Nasional, Radio Nasional, yang kesemuanya digunakan sebagai sarana dakwah melawan budaya konsumerisme dan kapitalisme yang menggejala. Seandainya Muhammadiyah mempunyai kapal yang dapat menanggkap ikan di laut yang sekarang ini banyak dicuri oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, Muhammadiyah akan bertambah "kaya" dan semakin banyak membuka peluang kerja bagi warganya. Dan tentunya mampu menyelamatkan aset bangsa Indonesia.
Guna menghadapi persoalan yang semakin kompleks ini, Muhammadiyah sudah saatnya berani untuk banting stir dan menenggok kembali ajaran yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w, dan "tafsir" ala KH Ahmad Dahlan. Beberapa pokok ajaran tentang pentingnya pendampingan/pembelaan terhadap kaum mustad'afin sebagaimana yang telah diuraikan di atas sudah selayaknya dikaji kembali oleh generasi Muhammadiyah hari ini. Muhammadiyah seyogianya kembali ke garda depan sebagai pembela wong cilik (kaum mustad'afin). Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar